Medan || Ibu Pertiwi Negara ini menangis, dan bahkan berkali kali menangis, duka yang sangat dalam terciderai dan bahkan ternoda oleh segelintir oknum sebagai wakil rakyat, yang harapan rakyat, penjembatan antara pemerintah dan rakyat wujud legislatif (pembuat uu), pengawasan dan penganggaran agar roda ekonomi berjalan transparan dan tepat sasaran.
Masyarakat Sumatera Utara dihadapkan oleh seorang Oknum Politisi Fraksi Partai Golkar, Edi Suhrahman Sinurayah yang diduga telah menciderai Demokrasi Bangsa ini, dengan tindakannya yang arogan saat rapat berlangsung, tanpa interupsi ketua pimpinan rapat, izin mengusir wartawan atau izin berbicara, langsung secara spontan bertindak berdiri kemudian, dengan suara keras, mengusir wartawan yang masuk untuk meliput rdp di Komisi E DPRD Sumut, belum lama ini.
Dengan tindakannya itu, diduga oknum Sekretaris Komisi E DPRD Sumut itu, telah Melanggar Kode Etik, Tatib dan UU No.40 tahun 1999, tentang Pers, Pasal 2, "Kemerdekaan Pers adalah salah satu wujud Kedaulatan Rakyat yang berasaskan Prinsip-prinsip Demokrasi, Keadilan, dan Supremasi Hukum", dan di Pasal 8, "Dalam melaksanakan Profesinya Wartawan mendapat Perlindungan Hukum", serta lebih ditekankan lagi di Pasal 18, "Penghalangan kerja jurnalistik diancam pidana hingga 2 (dua) tahun kurungan atau denda Rp.500 juta".
Pendiri sekaligus CEO Organisasi Pers, Persatuan Jurnalis Team Sergap Indonesia (PJTSI), Nelly Simamora, A.Md., S.H., angkat bicara dan mengecam keras arogansi oknum politisi Golkar, Edi Suhrahman Sinurayah yang arogan usir wartawan dari rapat rdp Komisi E DPRD Sumut.
"Edi Suhrahman Sinurayah itu, dengan sikap yang arogan mengusir wartawan, jelas jelas bentuk tindakan melawan hukum dan ancaman pidananya 2 (dua) tahun kurungan dan denda Rp.500 juta. Begitu juga, Etika dalam rapat rdp, langgar Etiks dengan tidak meminta persetujuan dari pimpinan rapat untuk interupsi terlebih dahulu sebelum berbicara atau melakukan tindakan seperti pengusiran kepada wartawan. Dan diminta kepada Badan Kehormatan Dewan (BKD) DPRD Sumut, untuk wajib memanggil Edi Suhrahman Sinurayah dalam menjalankan Sidang Etik," pungkas Nelly Simamora, A.Md., S.H. kepada wartawan Rabu (1/10/2025).
Ini akan menjadi presenden buruk, pungkasnya, terhadap DPRD Sumut apabila tindakan ini diabaikan atau dibiarkan, nanti rakyat Sumatera Utara atau para jurnalis jurnalis Sumatera Utara akan Bersikap! jika hal itu dianggap selesai begitu saja, dengan adanya tindakan Perdamaian antara pribadi oknum anggota DPRD Sumut dengan pribadi jurnalis muhamad arie agoeng dari harian atau media online m*star.
"Sah-sah saja Damai! Perdamaian itu kan membuat menjadi terang benderang persoalannya, bahwa benar oknum Edi Sinurayah itu telah membuktikan adanya tindakan melawan hukum yakni melanggar UU No.40 tahun 1999, Pasal 2, 8 dan 18, Mengusir Wartawan, dan itu Pidana dengan ancaman dua tahun kurungan dan denda Rp.500 juta," ungkap perempuan kelahiran Medan, Pemilik 5 Perusahaan Media ini.
Ketum DPP PJTSI Pusat ini, juga mengurai bahwa setelah viral pengusiran wartawan itu, Oknum Edi Sinurayah menyatakan atau mengklarifikasi di media bahwa, tidak benar terjadi adanya tindakan pidana yakni, pengusiran terhadap wartawan yang dilakukan olehnya (Edi Sinurayah, red).
"Tindakan Pengusiran Wartawan, Melanggar UU Pers, adalah bentuk Pidana, yang ancamannya dua tahun kurungan, kemudian disangkal dengan mengklarifikasi yang dimuat di beberapa media (bukan dimuat di media yang menayangkan dugaan pengusiran itu). Lalu, Damai! Telah terjadi Perdamaian. So, se simple itu kah apa yang dilakukan oknum anggota dewan DPRD Sumut yang Terhormat ini (?), Apakah pemikirannya, semua jurnalis, marwahnya bisa dibayar tunai (?), inilah ancaman itu, yang dikhawatirkan oleh para jurnalis jurnalis independen, yang marwahnya mengedepankan karya karya jurnalistik dan menyampaikan ke publik se terang benderang," tukas ibu tiga anak ini, yang sedang menjalani Program Magister di Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia (UPMI) Sumut dan Program Pendidikan Kemahiran Advokat (PKA) Angkatan ke XIV Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Sumut di ruang Senat Universitas Sumatera Utara (USU).
"Perdamaian yang dilakukan sepihak oleh Oknum Edi Sinurayah ini, membawa arah kasus ini ke pidana, tanpa mewakili pihak pihak dari Ketua DPRD Sumut (Pimpinan) dan BKD, begitu juga damai dengan jurnalis m*star (ups maaf karyawan m*star), karena ini pun sepihak tanpa dikawal oleh organisasi Pers (PWI dll) dan Dewan Pers. Ini diduga kangkangi Profesi Wartawan, karena banyak pemikiran para pengamat jangan jangan dia ini karyawan m*star karena mewakili m*star bukan Jurnalis.
"Tindakan Perdamaian ini yang dilakukan sepihak, oleh oknum anggota dewan dan jurnalis m*star, seharusny terlebih dahulu meminta maaf atas nama lembaga DPRD Sumut ke Jurnalis-jurnalis Indonesia, khususnya Sumatera Utara, terkait adanya dugaan pengusiran oleh oknum Edi Sinurayah terhadap wartawan m*star kemarin. Dan ini menciderai Pers Indonesia, khususnya Sumatera Utara, dan ini juga bentuk dugaan kangkangi Profesi Wartawan, hal seperti ini jangan pernah dianggap remeh temeh persoalan ini," tegas Nelly Simamora mengakhiri.
Sementara, Aktivis Sumatera Utara, Hazanul Arifin Rambe juga meluapkan apa yang terjadi tentang persoalan oknum anggota dewan yang telah mengusir wartawan dari ruang rapat rdp Komisi E DPRD Sumut dan itu sangat memalukan, juga tindakan itu memicu jurnalis jurnalis Sumatera Utara khususnya, bergemuruh dan ini akan menjadi riak karena hal itu dianggap telah menghina profesi wartawan, bukan satu wartawan itu saja imbasnya, seluruh wartawan Indonesia dan Sumut, juga ikut tercabar dan geram.
"Kita meminta kepada DPRD Sumut (Ketua/Unsur Pimpinan dan BKD) serta Partai Golkar harus menyikapi dan mengambil tindakan tegas dan teratur terhadap oknum anggota dewan dan sekaligus Politisi Partai Golkar, Edi Suhrahman Sinurayah untuk menjalani Sidang Etik, di BKD, DPRD Sumut dan Sidang Etik di Mahkamah Partai Golkar di Jakarta, karena telah melakukan tindakan diduga melanggar Kode Etik dan Tatib DPRD Sumut serta melanggar UU Pers Pasal 18 Pidana, ancaman dua tahun kurungan dan denda Rp.500 juta," tukas Hazanul Arifin Rambe ini.
Hazanul Arifin Rambe, yang dikenal dengan sebutan Gopal ini, merupakan Ketua Masyarakat Garuda Sumatera Utara (Margasu), menyampaikan melalui pernyataannya dan menyerukan, untuk kesiapannya turun ke jalan apabila oknum anggota dewan itu diduga ada unsur pembiaran dan menganggap persoalan itu telah selesai.
"Wah! enak sekali ya oknum anggota dewan DPRD Sumut, Edi Surahman Sinurayah itu, apabila dengan Perdamaian sepihak itu, kasusnya dianggap selesai dan begitu saja yang telah dengan jelas, melanggar kode etik, tatib dan uu pers yang sanksi hukumnya dua tahun kurungan dan denda Rp.500 juta," imbuhnya.
Gopal juga mengatakan dan menyarankan, untuk tidak main main atas persoalan ini, ini darah jurnalis-jurnalis Indonesia dan Sumatera Utara telah tercabar dan tersinggung oleh ulah oknum anggota dewan DPRD Sumut, Edi Suhrahman Sinurayah ini, sekali lagi, Gopal mengingatkan, jangan main main! walau pun si jurnalis sendiri untuk mengambil tindakan damai dengan dugaan penggadaian marwah dibayar tunai dan ini lah yang membuat para jurnalis jurnalis tersinggung, apakah hal ini juga dianggap main main oleh si jurnalis tersebut, lalu dengan maksud apa dia mengekspos berita pengusiran dirinya, apakah untuk dibayar tunai.
"Oh, no! Kita akan siap untuk turun ke jalan geruduk Gedung DPRD Sumut dan Kantor DPW Golkar Sumut, apabila tindakan tegas dan terukur oleh pihak DPRD dan Partai Golkar tidak segera tertibkan atau non aktifkan oknum Edi Suhrahman Sinurayah, yang telah dengan jelas dan terbukti melakukan tindakan dugaan melawan hukum melanggar UU No.40 tahun 1999 tentang Pers Pasal 18 Pidana dengan ancaman dua tahun kurungan dan denda Rp.500 juta, serta melanggar kode etik dan tatib DPRD Sumut dan tindakannya ini, diduga sudah membahayakan!" ujarnya.
Sementara, Praktisi Hukum, A. Salim, SH, juga angkat bicara terkait adanya pengusiran wartawan itu. Salim yang panggilan sehari harinya, juga memberi pernyataan, dimana dalam statementnya, Salim memaparkan bahwa Rapat Dengar Pendapat (RDP) merupakan forum resmi DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan dan kontrol terhadap penyelenggara pemerintahan daerah. Secara prinsip, forum ini bersifat terbuka untuk umum, kecuali jika ada keputusan resmi untuk dilakukan tertutup.
"Kasus pengusiran wartawan dalam RDP DPRD Sumut dengan salah satu dinas memunculkan polemik, karena dianggap sebagai bentuk penghalangan kerja jurnalistik dan cerminan arogansi kekuasaan," ujar A. Salim, S.H.
Salim juga mengurai tentang hal konstitusional dan kemerdekaan pers, dimana pada Pasal 28F UUD 1945, berbunyi, Hak setiap orang untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi dijamin konstitusi. Dan di UU No.40 tahun 1999 tentang Pers, pada Pasal 4 Ayat (1) - (3), Pers berhak mencari dan menyebarluaskan informasi. Di Pasal 18 Ayat (1), Menghalangi kerja wartawan dapat dipidana 2 tahun atau denda Rp500 juta.
"Artinya, pengusiran wartawan tanpa dasar yang sah adalah bentuk pelanggaran hak konstitusional dan melawan hukum. DPRD sebagai representasi rakyat seharusnya mengedepankan prinsip akuntabilitas dan keterbukaan publik. Tindakan pengusiran wartawan tanpa keputusan sah tentang status rapat (terbuka atau tertutup) mencerminkan penyalahgunaan kewenangan (abuse of power)," ungkapnya.
Sikap seperti ini, masih kata Salim, dapat menimbulkan krisis kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat, karena lebih menunjukkan arogansi daripada pengabdian.
"Jika RDP ditetapkan tertutup, DPRD berwenang membatasi akses wartawan, tetapi penetapan itu harus jelas, resmi, dan tercatat dalam tata tertib rapat. Dan tetap mengedepankan nilai nilai etika bahwa setiap profesi memiliki sisi kehormatan terlepas apapun itu selama profesi yang tidak melanggar konstitusi, apalagi profesi wartawan, jelas diatur pada UU Pers dan jelas kehadirannya diakui negara secara konstitusi yang relevan," terangnya.
Lebih lanjut, Salim juga mengemukakan bahwa DPRD Sumut perlu memberi klarifikasi dan evaluasi tata tertib rapat agar tidak menimbulkan kesewenang wenangan di masyarakat di lain waktu. Perlu pendidikan politik dan etika komunikasi publik bagi anggota dewan agar tidak memperlihatkan sikap arogan kepada wartawan maupun masyarakat.
"Jika diduga pengusiran wartawan dalam RDP DPRD Sumut dilakukan tanpa dasar hukum yang sah, merupakan tindakan arogan, melawan prinsip keterbukaan publik dan melanggar UU Pers. Secara prinsip hukum, RDP DPRD Sumut adalah terbuka untuk umum (berdasarkan UU KIP dan prinsip akuntabilitas). Dan rapat bisa tertutup hanya jika, diputuskan secara resmi oleh pimpinan rapat, ada alasan hukum yang sah, misalnya, terkait rahasia negara, privasi, keamanan dan lain lain," pungkasnya.
Dan diakhir perkataan, Salim mengatakan bahwa sesuai ketentuan dalm Tatib DPRD (yang bersumber dari PP No.12 tahun 2018), DPRD sebagai lembaga rakyat seharusnya mengedepankan sikap transparan dan menghormati hak wartawan sebagai pilar demokrasi, bukan justru menghalanginya.
"Jika Rapat Tertutup dalam RDP wajib memenuhi tatib, harus ada keputusan Ketua dari hasil rapat musyawarah kesepakatan antara Komisi E dan Dinas Pendidikan Sumut untuk menyatakan bahwa RDP itu Tertutup, dan tertulis di notulen rapat atau berita acara rapat, jika itu tidak ada atau tidak dapat dipertanggungjawabkan, maknanya oknum Edi Sinurayah itu, Pantas Diganti!" tegasnya.
Konfirmasi awak media ini pun bergulir ke Edi Surahman Sinuraya, namun hingga beeita ini tayang tidak mendapat balasan baik dari pesan singkat whatsapp maupun via telepon.
Begitu juga dengan Ketua DPRD Sumut Erni Aryanti, S.H., M.Kn., juga tidak mendapat jawaban, baik melalui pesan singkat whatsapp dan telepon hingga berita ini ditayangkan.
Selanjutnya bergulir kembali konfirmasi awak media ini ke Ketua BKD DPRD Sumut, Pantur Banjarnahor, hingga berita ini ditayangkan belum juga mendapat jawaban, baik melalui short message maupun telepon.
Sementara, awak media ini mengkonfirmasi Ketua DPW Partai Golkar Sumut, Musa Rajekshah, begitupun belum juga mendapat hasil jawaban hingga berita ini tayang.
Dan terakhir dikonfirmasi Sekjen DPP Partai Golkar, Sarmudji melalui telepon whatsapp dan chat, belum juga mendapat jawaban hingga berita ini tayang.
[tsn redaksi]
0 التعليقات:
Posting Komentar