Pegunungan Tengah || Di antara kabut yang menyapu lereng dan udara sejuk yang menusuk tulang, ada kehangatan yang tak tergantikan: senyum tulus warga Kampung Wombru menyambut kedatangan prajurit Satgas Yonif 700/Wira Yudha Cakti.
Hari itu di Pegunungan Tengah, Papua (26/5/2025). Pos Pintu Jawa bukan sekadar pos penjagaan, ia berubah menjadi ruang praktek darurat, tempat di mana stetoskop dan tensimeter berbicara lebih lantang daripada senjata.
"Ini bukan paksaan, tapi panggilan hati," ujar Bapak Wilyanus, Ketua Kampung Wombru, matanya berbinar saat melihat anak-anak antre dengan ceria untuk diperiksa. Di sampingnya, tokoh adat Mageo Murib mengangguk pelan, "Mereka datang bukan sebagai serdadu, tapi saudara," imbuhnya kemudian.
Letda Inf Risal, Danpos Pintu Jawa, memandang sekeliling. Tangannya yang biasanya memegang senapan kini dengan lembut mengikat perban di lutut seorang nenek. "Kami di sini untuk mendengar, bukan hanya menjaga," katanya.
Di sudut lain, suara tawa anak-anak pecah ketika seorang prajurit membagikan permen dan obat paling manis untuk jiwa-jiwa kecil yang jarang bertemu dokter.
Alam Papua memang keras, tapi hari ini, di antara dinginnya pegunungan, mengalir sesuatu yang hangat dan keyakinan bahwa TNI bukan hanya benteng negara, tapi juga tangan yang siap mengangkat derajat kesehatan warga.
"Kami mungkin jauh dari kota, tapi tidak pernah jauh dari perhatian," bisik Mageo Murib, tatapannya menerawang ke arah bukit. Sebuah harapan tertanam semoga langkah kecil ini bukan yang terakhir.
Di tanah di mana akses kesehatan adalah kemewahan, kehadiran seragam hijau itu mengingatkan semua orang: kadang, tugas terbesar seorang prajurit bukanlah berperang, tapi memastikan rakyatnya tidak berjuang sendirian melawan sakit dan sepi.
[tsn chard]
0 التعليقات:
Posting Komentar